Pemanfaatan sumber daya yang terbatas menyebabkan perlunya suatu
perangkat hukum yang dapat mengatur agar semua pihak yang berkepentingan
mendapat perlakuan yang adil (win-win solution) dan agar tidak terjadi
perselisihan diantara pelaku ekonomi. Fungsi hukum salah satunya adalah
mengatur kehidupan manusia bermasyarakat di dalam berbagai aspek.
Manusia melakukan kegiatan ekonomi untuk memenuhi kebutuhannya. Manusia
tidak bisa memenuhi kebutuhannya sendiri, oleh karena itu manusia
melakukan interaksi dengan manusia lainnya. Interaksi ini sering kali
tidak berjalan dengan baik karena adanya benturan kepentingan diantara
manusia yang berinteraksi. Agar tidak terjadi perselisihan maka harus
ada kesepakatan bersama diantara mereka. Kegiatan ekonomi sebagai salah
satu kegiatan sosial manusia juga perlu diatur dengan hukum agar sumber
daya ekonomi, pemanfaatan dan kegiatannya dapat berjalan dengan baik
dengan mempertimbangkan sisi keadilan bagi para pelaku ekonomi. Hukum
atau peraturan perekonomian yang berlaku disetiap kelompok sosial atau
suatu bangsa berbeda-beda tergantung kesepakatan yang berlaku pada
kelompok sosial atau bangsa tersebut.
Hukum tertinggi yang mengatur mengenai perekonomian di Indonesia terdapat dalam pasal 33 UUD 1945, yang berbunyi :
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar asas kekeluargaan
(2) Cabang–cabang produksi yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar asas kekeluargaan
(2) Cabang–cabang produksi yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.
Tujuan suatu bangsa salah satunya adalah mensejahterakan rakyatnya.
Seperti tujuan Negara Indonesia yang terdapat dalam pembukaan UUD 1945
yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia, dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berlandaskan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dalam tujuan negara
tersebut disebutkan memajukan kesejahteraan umum. Jadi perekonomian
nasional ini ditujukan bagi kemajuan dan kesejahteraan umum.
Dari pasal 33 tersebut bahwa perekonomian yang disusun sebagai usaha
bersama yang berdasarkan asas kekeluargaan-lah yang diamanatkan UUD
kita. Koperasi adalah salah satu bentuk dari amanat pasal 33 ayat 1.
Tujuan koperasi adalah untuk kesejahteraan anggotanya. Di Indonesia
sendiri telah banyak berdiri koperasi-koperasi. Namun koperasi-koperasi
yang ada masih banyak yang dihadapkan oleh permasalahan masih rendahnya
kualitas kelembagaan dan organisasi dalam koperasi, dalam PP No. 7
Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
2004-2009 dalam lampiran Pasal (6) Bab 20 mengenai Pemberdayaan Koperasi
dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah bahwa koperasi yang aktif hanya 76%
dari total jumlah yang ada. Dan hanya 48% dari koperasi yang aktif
tersebut yang menyelenggarakan RAT (Rapat Anggota Tahunan). Selain itu
disebutkan juga tertinggalnya kinerja Koperasi dan kurang baiknya citra
koperasi karena banyak koperasi terbentuk tanpa didasari oleh
kepentingan bersama dan prinsip kesukarelaan para anggotanya, sehingga
kehilangan jati diri koperasi yang otonom dan swadaya. Banyak koperasi
yang tidak profesional menggunakan teknologi dan kaidah-kaidah ekonomi
modern sebagaimana layaknya badan usaha.
Pasal 33 UUD 1945 ayat 2 menyebutkan bahwa negara menguasai
cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang
banyak dan juga bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
untuk dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. BUMN (Badan
Usaha Milik Negara) adalah salah satu dari pelaksanaan pasal tersebut
dimana terdapat PT. Pertamina, PT. Aneka Tambang, PT Pertani, PT Pupuk
Kaltim, PT Pertani dan lain-lain. Dalam era privatisasi yang pada
mulanya dilakukan untuk efisiensi dan terbukanya modal asing yang masuk
ke Indonesia perlu diwaspadai agar jangan sampai cabang- cabang
produksi yang penting dan kekayaan alam yang ada di Indonesia menjadi
milik asing dan hanya memperoleh sedikit keuntungan atau royalti dan
jangan sampai Indonesia hanya sebagai penonton di negeri sendiri.
Peranan hukum disini adalah untuk melindungi kepentingan negara perlu
dibuat agar dapat terwujud bangsa yang sejahtera dan menjadi tuan di
negeri sendiri.
Hukum Ekonomi Indonesia juga harus mampu memegang amanat UUD 1945
(amandemen) pasal 27 ayat (2) yang berisi : “Tiap-tiap warga Negara
berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
Negara juga memiliki kewajiban untuk mensejahteraan rakyatnya, sehingga
perekonomian harus dapat mensejahterakan seluruh rakyat, sementara fakir
miskin dan anak yang terlantar juga perlu dipelihara oleh Negara.
Negara perlu membuat iklim yang kondusif bagi usaha dan bagi masyarakat
yang tidak mampu dapat diberdayakan. Sementara yang memang tidak dapat
berdaya seperti orang sakit, cacat perlu diberi jaminan sosial (Pasal 34
UUD 1945). Tugas negara ini dalam kondisi sekarang tidaklah mudah
dimana kemampuan keuangan pemerintah sendiri juga terbatas. Konsep
perekonomian yang baik perlu dilaksanakan.
Indonesia merupakan bagian dari masyarakat global sehingga Indonesia
pun tidak terlepas dari hukum internasional termasuk yang menyangkut
ekonomi. Tetapi walaupun demikian, kita juga harus bersikap kritis dan
memperjuangkan hak bagi kesejahteraan Negara kita, karena tidak semua
kebijakan ekonomi tersebut dapat diterapkan dan kalaupun diterapkan
harus ada penyesuaian dengan hukum yang berlaku di Indonesia.
Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa, sehingga dalam
pengaturan hukum ekonominya harus mempertimbangkan hal tersebut. Di era
orde baru kita pernah mencoba mengatur Negara ini menggunakan sistem
sentralisasi atau terpusat. Semua kegiatan ekonomi diatur oleh
pemerintah pusat. Diakui dengan sistem ini perekonomian kita sempat
berjaya dengan swasembada beras, namun di sisi lain terjadi kesenjangan
antara pusat-pusat ekonomi dengan daerah-daerah yang terpencil dan
kurangnya pemerataan pembangunan.
Sistem pemerintahan Indonesia dalam Bab VI Pasal 18 UUD 1945
(amandemen) juga diatur mengenai desentralisasi yang didalamnya termuat
juga desentralisasi bidang ekonomi. Pasal tersebut berisi :
(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia di bagi atas daerah-daerah propinsi dan daerah propinsi itu di bagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap propinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang
(2) Pemerintah daerah propinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
(3) Pemeritahan daerah propinsi, daerah kabupaten dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang angota-angotanya dipilih melalui pemilihan umum
(4) Gubernur, Bupati dan Walikota masing masing sebagai kepala pemerintahan daerah propinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis
(5) Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah
(6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan
(7) Susunan dan tatacara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang
(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia di bagi atas daerah-daerah propinsi dan daerah propinsi itu di bagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap propinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang
(2) Pemerintah daerah propinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
(3) Pemeritahan daerah propinsi, daerah kabupaten dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang angota-angotanya dipilih melalui pemilihan umum
(4) Gubernur, Bupati dan Walikota masing masing sebagai kepala pemerintahan daerah propinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis
(5) Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah
(6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan
(7) Susunan dan tatacara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang
Pasal 18A:
(1) Hubungan wewenang antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah propinsi, kabupaten, kota atau antara propinsi, kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah
(2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumberdaya lainnya antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang
(1) Hubungan wewenang antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah propinsi, kabupaten, kota atau antara propinsi, kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah
(2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumberdaya lainnya antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang
Pasal 18B:
(1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang
(2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang
(1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang
(2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang
Pada pasal 18A ayat (2) sangat jelas menunjukkan bahwa masalah pemanfaatan sumberdaya juga diatur dalam undang-undang ini.
Tujuan utama desentralisasi adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui penyelenggaraan urusan/fungsi/tanggung jawab pemerintahan untuk penyediaan pelayanan masyarakat lebih baik. Pelaksanaan otonomi daerah yang baik akan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Beberapa contoh sukses ditunjukkan dalam Koran Tempo, Senin, 22 Desember 2008, sejumlah kepala daerah di negeri ini dapat mengembangkan kreativitasnya dalam memajukan daerahnya. Peran pimpinan daerah dalam mendorong terciptanya pemerataan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan sangatlah penting. Kriteria yang dipilih Tempo untuk menyeleksi para calon tokoh pimpinan daerah adalah dalam sektor pelayanan pubik, transparansi dan keramahan pada dunia usaha setempat. Hal ini dilakukan Tempo karena dianggap masih banyak anggapan miring tentang otonomi daerah sebagai desentralisasi korupsi dan munculnya raja-raja kecil. Sebanyak 61 kasus kepala daerah menjadi tersangka dan kemudian menjadi terpidana akibat praktek yang salah dalam menjalankan otonomi dan presepsi mengenai otonomi daerah.
Tujuan utama desentralisasi adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui penyelenggaraan urusan/fungsi/tanggung jawab pemerintahan untuk penyediaan pelayanan masyarakat lebih baik. Pelaksanaan otonomi daerah yang baik akan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Beberapa contoh sukses ditunjukkan dalam Koran Tempo, Senin, 22 Desember 2008, sejumlah kepala daerah di negeri ini dapat mengembangkan kreativitasnya dalam memajukan daerahnya. Peran pimpinan daerah dalam mendorong terciptanya pemerataan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan sangatlah penting. Kriteria yang dipilih Tempo untuk menyeleksi para calon tokoh pimpinan daerah adalah dalam sektor pelayanan pubik, transparansi dan keramahan pada dunia usaha setempat. Hal ini dilakukan Tempo karena dianggap masih banyak anggapan miring tentang otonomi daerah sebagai desentralisasi korupsi dan munculnya raja-raja kecil. Sebanyak 61 kasus kepala daerah menjadi tersangka dan kemudian menjadi terpidana akibat praktek yang salah dalam menjalankan otonomi dan presepsi mengenai otonomi daerah.
Pemerintahan di daerah harus berhati-hati dalam membuat regulasi ataupun
perangkat hukum yang menyangkut perekonomian daerahnya, agar tidak
terjadi salah presepsi tentang otonomi ekonomi daerah. Peranan
pemerintah pusat juga harus lebih ketat dalam mengawasi jalannya otonomi
daerah agar tujuan nasional dapat berjalan sebagai mana mestinya.
Keberpihakan pemerintah baik pusat maupun daerah terhadap pertumbuhan
koperasi, usaha kecil dan menengah daerah diharapkan mampu mengurangi
jurang antara masyarakat mapan dan marjinal, karena dengan pertumbuhan
koperasi, usaha kecil dan menengah akan mengurangi ketergantungan
masyarakat akan import dan memperluas lapangan pekerjaan. Sehingga akan
mengurangi beban pemerintah dan diharapkan daerah mampu mandiri
mengatasi kesulitan didaerahnya sesuai dengan sumberdaya yang ada
didaerah tersebut. Pemerintahan daerah juga harus menjaga agar otonomi
daerah adalah bukan mengatur daerah dengan kacamata kedaerahannya tetapi
lebih melihat bahwa negara kita mempunyai tujuan bersama yang mulia
seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945. Pemerintahan daerah juga tidak boleh semena-mena
menyombongkan diri apabila berhasil, tetapi juga mau membantu daerah
lain, minimal dengan menularkan informasi tentang keberhasilan mereka
terhadap daerah lain.
Untuk itu diperlukan koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dan
daerah dalam melakukan perumusan dan sosialisasi mengenai
batasan-batasan dan sanksi hukum yang jelas bagi pelaku ekonomi baik
tingkat pusat maupun daerah, yang kemudian ditetapkan menjadi peraturan
atau kebijakan pemerintah pusat maupun daerah. Dalam hal sosialisasi,
pemerintah perlu juga melibatkan media massa ataupun membentuk
kader-kader yang siap memberikan informasi mengenai keberadaan peraturan
maupun kebijakan tersebut. Pemerintah juga perlu memberikan
penghargaan kepada tokoh, pimpinan atau masyarakat yang melakukan
perubahan posistif terhadap perkembangan ekonomi daerahnya, diharapkan
kegiatan ini memacu munculnya tokoh-tokoh yang peduli terhadap
keberhasilan daerah untuk mencapai kesejahteraan.
Aspek hukum yang mengatur perekonomian Indonesia sudah diamanatkan
dalam UUD 1945 yang sudah empat kali diamandemen, namun baru tahun 1982
ada sebuah penelitian yang dilakukan mengenai Hukum Ekonomi Indonesia.
Penelitian ini dilakukan oleh Universitas Padjajaran Bandung yang di
pimpin oleh DR. C.F.G Sunaryati Hartono, S.H, yang diterbitkan dalam
bentuk buku dengan judul Hukum Ekonomi Indonesia. Dalam buku tersebut
Hukum Ekonomi Indonesia dibedakan menjadi dua yaitu Hukum Ekonomi
Pembangunan dan Hukum Ekonomi Sosial (Soedijana, Yohanes, Setyardi,
2008).
Hukum Ekonomi Pembangunan adalah pengaturan dan pemikiran hukum mengenai
cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi (peningkatan
produksi) secara nasional dan berencana. Hukum Ekonomi Pembangunan
meliputi bidang-bidang pertanahan, bentuk-bentuk usaha, penanaman modal
asing, kredit dan bantuan luar negeri, perkreditan dalam negeri
perbankan, paten, asuransi, impor ekspor, pertambangan, perburuhan,
perumahan, pengangkutan dan perjanjian internasional. Hukum Ekonomi
Sosial adalah pengaturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara
pembagian hasil pembangunan ekonomi nasional secara adil dan merata,
sesuai dengan martabat kemanusiaan (hak asasi manusia) manusia Indonesia
(distribusi yang adil dan merata). Hukum Ekonomi Sosial meliputi bidang
obat-obatan, kesehatan dan keluarga berencana, perumahan, bencana alam,
transmigrasi, pertanian, bentuk-bentuk perusahaan rakyat, bantuan dan
pendidikan bagi pengusaha kecil, perburuhan, pendidikan, penderita
cacat, orang-orang miskin dan orang tua serta pensiunan (Soedijana,
Yohanes, Setyardi, 2008).
Sejarah Hukum Ekonomi Indonesia juga pernah menganut sistem ekonomi
Pancasila, yang menurut Emil Salim menpunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a. Sistem ekonomi pasar dengan unsur perencanaan
b. Berprinsip keselarasan, karena Indonesia menganut paham demokrasi ekonomi dengan azas perikehidupan keseimbangan. Keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat
c. Kerakyatan, artinya sistem ekonomi ditujukan untuk kepentingan rakyat banyak
d. Kemanusiaan, maksudnya sistem ekonomi yang memungkinkan pengembangan unsur kemanusiaan
a. Sistem ekonomi pasar dengan unsur perencanaan
b. Berprinsip keselarasan, karena Indonesia menganut paham demokrasi ekonomi dengan azas perikehidupan keseimbangan. Keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat
c. Kerakyatan, artinya sistem ekonomi ditujukan untuk kepentingan rakyat banyak
d. Kemanusiaan, maksudnya sistem ekonomi yang memungkinkan pengembangan unsur kemanusiaan
Apakah hukum diperlukan dalam mengelola perekonomian negara? Masih
banyak masyarakat yang bertanya demikian karena terkadang hukum lebih
banyak dianggap sebagai faktor penghambat daripada sebagai faktor yang
melandasi ekonomi. Walaupun demikian sudah seharusnya ada hukum yang
mengatur dan mengelola perekonomian negara, karena pada dasarnya hukum
mempunyai beberapa peranan dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Peranan
hukum (Soedijana, Yohanes, Setyardi, 2008) tersebut antara lain adalah :
a. Hukum sebagai pemelihara ketertiban dan keamanan
b. Hukum sebagai sarana pembangunan
c. Hukum sebagai sarana penegak keadilan
d. Hukum sebagai sarana pendidikan masyarakat
a. Hukum sebagai pemelihara ketertiban dan keamanan
b. Hukum sebagai sarana pembangunan
c. Hukum sebagai sarana penegak keadilan
d. Hukum sebagai sarana pendidikan masyarakat
Dari beberapa syarat tentang hukum yang ditulis dalam Bab (2), buku
Ekonomi Pembangunan Indonesia yang patut dipertimbangkan yaitu :
a. Bahwa kaidah-kaidah hukum nasional kita harus berdasarkan falsafah kenegaraan Pancasila dan UUD 1945
b. Bahwa kaidah-kaidah hukum nasional kita harus mengandung dan memupuk nilai-nilai baru yang mengubah nilai-nilai sosial yang bersumber pada kesukuan dan kedaerahan menjadi nilai-nilai sosial yang bersumber memupuk kehidupan dalam ikatan kenegaraan secara nasional
c. Bahwa sistem hukum nasional itu mengandung kemungkinan untuk menjamin dinamika dalam rangka pembaharuan hukum nasional itu sendiri, sehingga secara kontinyu dapat mempersiapkan pembangunan dan pembaharuan masyarakat di masa berikutnya.
a. Bahwa kaidah-kaidah hukum nasional kita harus berdasarkan falsafah kenegaraan Pancasila dan UUD 1945
b. Bahwa kaidah-kaidah hukum nasional kita harus mengandung dan memupuk nilai-nilai baru yang mengubah nilai-nilai sosial yang bersumber pada kesukuan dan kedaerahan menjadi nilai-nilai sosial yang bersumber memupuk kehidupan dalam ikatan kenegaraan secara nasional
c. Bahwa sistem hukum nasional itu mengandung kemungkinan untuk menjamin dinamika dalam rangka pembaharuan hukum nasional itu sendiri, sehingga secara kontinyu dapat mempersiapkan pembangunan dan pembaharuan masyarakat di masa berikutnya.
Setelah pemerintah daerah dan kota membuat perangkat hukum, yang menjadi tugas selanjutnya adalah perlunya sosialisasi dalam penerapan hukum ekonomi di daerah dan kota. Sosialisasi ini bertujuan agar setiap pelaku ekonomi daerah dan kota mengetahui batasan-batasan hukum dan sanksi hukum dengan jelas.
Peran pemerintah daerah juga diperlukan dalam peningkatan perekonomoian
Indonesia. Menurut Menteri Koordinator Perekonomian Boediono di Jakarta,
Kompas, Rabu (19/12), selama ini kontribusi pemerintah daerah (pemda)
masih minim. Lebih lanjut Boediono mengatakan, masih ada beberapa
rencana tindak yang belum tuntas dalam paket kebijakan ekonomi, baik
dalam kebijakan perbaikan iklim investasi, percepatan pembangunan
infrastruktur, usaha mikro-kecil-menengah (UMKM), maupun kebijakan
sektor keuangan. Oleh karena itu, masih diperlukan paket kebijakan
lanjutan yang akan dikeluarkan pada tahun 2008. “Inti pokoknya, paket
itu merupakan alat mengoordinasi kebijakan dan mengarahkan peta jalan
selama dua tahun ke depan (2008-2009). Nanti, apakah matriks itu
dipayungi inpres (instruksi presiden) atau apa, tidak jadi masalah,”
ujar Boediono (sekarang Wakil Presiden RI).
Ketua Tim Pengawas Pencapaian Paket Kebijakan Ekonomi Jannes
Hutagalung pada era Menko Perekonomian Boediono mengatakan, fungsi pemda
akan diperbanyak dalam pelaksanaan rencana tindak paket kebijakan
ekonomi 2008. Itu disebabkan sebagian besar pelaksanaan programnya ada
di daerah. “Misalnya, program UMKM. Untuk sektor ini, kami akan lebih
meningkatkan kerja sama dengan pemda,” kata Jannes. Sebenarnya, ujar
Jannes, dalam paket kebijakan ekonomi terdahulu sudah diatur tentang
penunjukan pejabat di kabupaten dan kota untuk membantu tugas pengawasan
yang dibentuk Menko Perekonomian. Namun, belum semua kabupaten dan kota
melaksanakannya. Boediono menambahkan, “Harapan kami kalau ada pejabat
yang ditugaskan di setiap kabupaten, kami bisa berkomunikasi dengan
baik.” Pemerintah memastikan paket kebijakan ekonomi yang sudah
digulirkan sejak tahun 2006 akan berubah wujud, terutama dalam bentuk
legalitasnya.
Hal itu dimungkinkan karena paket kebijakan ekonomi tersebut tidak
akan ditertibkan dalam bentuk inpres, tetapi produk hukum lain yang
lebih kuat. Aspek yang tercakup antara lain adalah perbaikan iklim
investasi, percepatan pembangunan infrastruktur, reformasi sektor
keuangan, dan UMKM. Keberadaan rencana tindak dalam paket kebijakan akan
memudahkan pengawasan oleh masyarakat. Kebijakan paket kebijakan
ekonomi terdahulu diatur dalam Inpres Nomor 6 Tahun 2007 tentang
Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKM
(Kompas, 19 Desember 2008).
sumber:
http://www.bappenas.go.id/blog/?p=97 pada hari Minggu, 1 Juli 2012 pukul 13.58
Tidak ada komentar:
Posting Komentar