Sabtu, 31 Maret 2012

KASUS PENGGELAPAN PAJAK

Pajak adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan pada terutang menurut ketentuan undang-undang tanpa mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk yang tujuannya untuk membiayai pengeluaran publik sehubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.

Sudah bukan merupakan rahasia lagi bahwa dalam pelaksanaan pemungutan pajak di Indonesia tidak sesuai dengan prosedur. Beberapa contoh kasus yang terjadi mulai dari penunggakan pajak hingga penggelapan pajak. Akhir-akhir ini marak sekali pemberitaan di media mengenai kasus-kasus penggelapan pajak oleh beberapa pihak. Jumlah miliaran rupiah bukan uang yang sedikit. Bagaimana pajak bisa digelapkan?

Kasus Penggelapan Pajak Sudah Sistemik

Berulangnya kasus penggelapan pajak menandakan sistem pengawasan di tingkat intuisi masih lemah. Pengamat kebijakan publik dari UI, Adrinof Chaniago mengatakan bahwa yang harus dibenahi bukan hanya oknumnya, tetapi juga sistemnya, karena kasusnya sudah sistematik.

Menurut Adrinof, Dirjen Pajak dan Bea Cukai memang potensial menjadi ajang rawan penyelewengan. “Sistem pengawasan internalnya harus lebih ketat,” katanya. Ia membenarkan bahwa kedua direktorat tersebut memang dapat menjadi 'lahan basah' bagi para pegawainya.

Disisi lain, kasus yang muncul akhir-akhir ini sebenarnya justru lebih banyak dipengaruhi oleh kelalaian individu. “Godaannya besar sekali untuk melakukan penyelewengan,” ujarnya. Ia menyarankan agar perbaikan sistem terhadap kedua direktorat itu segera dilakukan. Perbaikan itu juga harus dibarengi dengan reformasi birokrasi. 

Ia menilai, dalam satu dekade terakhir,proses rekrutmen di Kementerian Keuangan sudah berlangsung cukup baik. “Sepuluh tahun terakhir sudah jauh lebih baik,” katanya. Namun ia mengingatkan, pengawasan internal di institusi tersebut harus diperkuat.

Salah satu contoh kasus penggelapan pajak adalah kasus Gayus Tambunan dan kasus Dhana Widyatmika. Seperti diketahui, Gayus adalah terdakwa  kasus penggelapan pajak. Sosoknya begitu fenomenal, karena ditengah-tengah hukuman yang dijalaninya, ia masih bisa plesir ke Bali dan keluar negeri dengan identitas palsu.

Modus Penyelewengan Pajak Versi Gayus

Terdakwa Gayus Halomoan Tambunan mempertanyakan langkah penyidik Polri yang tidak menindaklanjuti keterangannya terkait modus penyelewengan di Direktorat Jenderal Pajak. Gayus mengaku sudah menjelaskan berbagai modus yang biasa terjadi di Ditjen Pajak.

"Padahal, jika hal itu diekspos dengan penyelidikan atau penyidikan, akan terlihat perkara saya tidak ada apanya," kata Gayus saat membacakan pembelaan atau pleidoi pribadi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (3/1/2011).

Dalam pleidoi, Gayus mengungkap enam modus penyelewengan yang berpotensi merugikan negara. Pertama, kata dia, adanya negosiasi di tingkat pemeriksaan pajak oleh tim pemeriksa pajak sehingga surat ketetapan pajak (SKP) tidak mencerminkan nilai yang sebenarnya, baik SKP kurang bayar maupun SKP lebih bayar.

Kedua, negosiasi di tingkat penyidikan pajak. Saat mengungkap penyidikan faktur pajak fiktif, kata Gayus, pengguna faktur pajak fiktif ditakut-takuti, yakni bahwa statusnya akan diubah dari saksi menjadi tersangka. "Yang ujung-ujungnya adalah uang sehingga status pengguna faktur pajak fiktif itu tetap menjadi saksi," kata dia.

Ketiga, papar Gayus, penyelewenangan fiskal luar negeri dengan berbagai macam modus di bandara-bandara yang melayani penerbangan internasional sebelum berlakunya UU KUP pada 1 Januari 2008. Dalam UU itu, seseorang yang bepergian ke luar negeri diwajibkan membayar fiskal sebesar Rp 2.500.000.

Keempat, lanjut Gayus, penghilangan berkas surat permohonan keberatan wajib pajak yang mengakibatkan permohonan tidak selesai diurus hingga jatuh tempo selama 12 bulan sesuai Pasal 26 Ayat (1) UU No 16/2000. "Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 12 bulan, setelah keberatan pajak diterima, harus memberi keputusan, berapa rupiah pun nilai keberatan yang diminta," kata dia.

"Kelima, penggunaan perusahaan di luar negeri, khususnya Belanda, di mana terdapat celah hukum pembayaraan bunga kepada perusahaan Belanda, di mana bunga tersebut lebih dari dua tahun, maka dikenai PPh Pasal 26 nol persen. Di sini terdapat potensi penggelapan pajak PPh Pasal 25 dan PPh Pasal 26 atas biaya bunga. Potensi kerugian dapat mencapai ratusan miliar rupiah, bahkan triliunan rupiah," ungkap Gayus.

Keenam, lanjut dia, "Kerugian investasi yang dibukukan dalam SPT tahunan. Hal ini dikarenakan adanya kerugian akibat pembelian dan penjualan saham antarperusahaan yang diduga masih satu grup. Diduga tidak ada transaksi tersebut secara riil dan nilai jual beli saham itu tidak mencerminkan nilai saham yang sesungguhnya. Dengan terjadinya kerugian investasi jual beli itu, wajib pajak tidak membayar PPh Pasal 25," paparnya.

Dampak Yang Terjadi
 
Dampak positif :
• Pemerintah dan masyarakat dapat mengetahui ketidakberesan dalam pemungutan pajak yang selama ini terjadi.
• Membersihkan oknum-oknum Ditjen Pajak yang tidak berkompeten dan bertanggungjawab terhadap kewajibannya.
• Memberikan kesadaran kepada wajib pajak untuk taat dalam membayar pajak. 

Dampak Negatif :
• Dengan adanya penyelewengan dan hutang pajak tentunya dapat mengurangi penerimaan negara dari sektor perpajakan, sehingga menghambat pembangunan infrastuktur.
• Penyelesaian masalah dari segi hukum terlalu berbelit-belit, sehingga masalah tersebut tidak dapat diatasi secara cepat.
• Memperburuk citra dan kinerja pemerintah khususnya pada Ditjen Pajak.
• Menghambat penyusunan RAPBN. 


BEI Siap Bantu Kasus Penggelapan Pajak

Kasus penggelapan pajak yang mencuat akhir-akhir ini tak membuat Bursa Efek Indonesia (BEI) cemas. Otoritas bursa ini siap bekerjasama bila ada emiten yang diduga menggelapkan pajak.

Direktur BEI Ito Warsito mengatakan pihaknya bisa meminta emiten memberikan informasi kepada publik bila ada yang diduga melakukan penggelapan pajak. Cuma, dia bilang setiap perusahaan yang melantai di bursa sudah berusaha transparan."Kita bisa lihat secara elektronik semua perdagangannya. Jadi bisa diawasi publik," kata Ito, Rabu (7/4/2010).

Pernyataan Ito ini menanggapi soal adanya dugaan emiten yang tersangkut masalah pajak. Kabarnya, anak usaha beberapa emiten terkait penggelapan pajak. Sebagai contoh dugaan penyelewangan pajak PT Bumi Resources Tbk yang sempat mencuat beberapa waktu lalu.
Solusi 

  1. Memeriksa pihak-pihak terkait yaitu pihak Ditjen pajak dan wajib pajak
  2. Memperketat sistem pengendalian dan controlling di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak dalam masalah perpajakan. 
Sumber:




2 komentar: