Pengertian
perikatan tidak dapat ditemukan dalam Buku III BW,walaupun telah jelas tertera
bahwa Buku III BW mengatur tentang perikatan.Namun dalam pasal-pasal pada Buku
III BW tidak dapat ditemukan satupasalpun yang memberikan arti mengenai
perikatan itu sendiri. Meskipunpengertian perikatan tidak dapat ditemukan dalam
Buku III KUH Perdata,tetapi pengertian perikatan diberikan oleh ilmu
pengetahuan Hukum Perdata.Menurut ilmu pengetahuan Hukum Perdata, pengertian
perikatan adalah suatuhubungan dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang
atau lebih dimanapihak yang satu berhak
atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu.Beberapa sarjana
juga telah memberikan pengertian mengenaiperikatan. Pitlo memberikan pengertian
perikatan yaitu suatu hubunganhukum yang bersifat harta kekayaan antara dua
orang atau lebih, atas dasarmana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak
lain berkewajiban (debitur)atas suatu prestasi. sedangkan pengertian perikatan
menurut Hofmann adalahsuatu hubungan hukum antara sejumlah terbatas
subjek-subjek hukumsehubungan dengan itu seorang atau beberapa orang
daripadanya (debitur atau pada
debitur) mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentuterhadap pihak yang lain, yang berhak atas sikap
yang demikian itu.Istilah perikatan sudah tepat sekali untuk melukiskan
suatu pengertianyang sama yang dimaksudkan verbintenis dalam bahasa Belanda
yaitu suatuhubungan hukum antara dua pihak yang isinya adalah hak an kewajiban
untuk memenuhi tuntutan tersebut.
Jual Beli
Unsur-unsur pokok dalam perjanian jual
beli adalah barang dan harga, sesuai asas konsesualisme (kesepakatan)
yang menjiwai hukum perjanjian maka perjanjian jual beli akan ada saat
terjadinya atau tercapainya “sepakat” mengenai barang dan harga. Sifat
konsesual dari jual beli tersebut ditegaskan dalam pasal 1458 BW yang
berbunyi “jual beli sianggap sudah terjadi antara kedua belah pihak
seketika setelah mereka mencapai sepakat tentang barang dan harga,
meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya belum
dibayar”.Sebagaimana diketahui hukum perjanjian dari BW menganut asas
konsesualisme, artinya ialah bahwa untuk melahirkan perjanjian cukup
dengan sepakat saja dan bahwa perjanjian itu sudah dilahirkan pada saat
atau detik tercapainya konsesus sebagaimana dimaksud diatas.
Kewajiban Penjual
Bagi pihak penjual terdapat dua kewajiban utama dalam perjanjian jual beli, diantaranya yaitu :
- Menyerahkan hak milik atas barang yang diperjual belikan. Kewajiban menyerahkan hak milik meliputi segala perbuatan yang menurut hukum diperlukan untuk mengalihkan hak milik atas barang (barang bergerak, barang tetap maupun barang tak bertubuh atau piutang atau penagihan atau claim) yang diperjual belikan itu dari si penjual kepada pembeli
- Menanggung tenteram atas barang tersebut. Kewajiban untuk menanggung kenikmatan tenteram merupakan konsekuwensi dari pada jaminan yang oleh penjual diberikan kepada pembeli bahwa barang yang dijual dan dilever itu adalah sungguh-sungguh miliknya sendiri yang bebas dari sesuatu beban atau tuntutan dari sesuatu pihak. Kewajiban tersebut menemukan realisasinya dalam kewajiban untuk memberikan penggantian kerugian jika sampai terjadi si pembeli karena suatu gugatan pihak ke tiga.
Kewajiban Pembeli
Kewajiban pembeli adalah membayar harga
pembelian pada waktu dan ditempat sebagaimana dietapkan menurut
perjanjian. Jika pada waktu membuat perjanjian tidak ditetapkan tetang
tempat dan waktu pembayaran maka si pembeli harus memmbayar ditempat dan
pada waktu dimana penyerahan barangnya harus dilakukan (pasal 1514)
Resiko dalam perjanjian jual beli
Risiko adalah kewajiban memikul kerugian
yang disebabkan oleh suatu kejadian (peristiwa) diluar kesalahan salah
satu pihak. Dengan demikian maka persoalan tentang risiko itu merupakan
buntut dari persoalan tentang keadan memaksa, suatu kejadian yang tak
disengaja dan tak dapat diduga. Mengenai resiko dalam jual beli dalam BW
disebutkan ada tiga peraturan yang terkait akan hal itu, yaitu :
- Mengenai barang tertentu (pasal 1460)
- Mengenai barang yang dijual menurut berat, jumlah atau ukuran (pasal 1461)
- Mengenai barang-barang yang dijual menurut tumpukan (pasal 1462)
Namun perlu diingat bahwa selama belum
dilever mengenai barang dari macam apa saja, resikonya masih harus
dipikul oleh penjual, yang masih merupakan pemilik sampai pada saat
barang itu secara yuridis diserahkan kepada pembeli.
PERJANJIAN UNTUK MELAKUKAN PEKERJAAN
Undang-undnag membagi perjanjianuntuk melakukan pekerjaan dalam tiga macam, yaitu :
Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu
Maksud dalam perjanjian ini yaitu suatu
pihak menghendaki dari pihak lawannya dilakukannya pekerjaan untuk
mencapai suatu tujuan, untuk mana ia bersedia membayar upah, sedangkan
apa yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut sama sekali
terserah kepada pihak lawannya itu. Termasuk dalam golongan ini lajimnya
yaitu hubungan antara seorang pasien dengan dokter, hubungan antara
seorang pengacara dengan kliennya yang minta diurusinya suatu perkra,
hubungan antara seorang notaries dengan seorang yang dating kepadanya
untuk dibuatkan suatu akte dan lain sebagainya.
Perjanjian kerja atau perburuhan
yaitu perjanjian antara seorang buruh dengan seorang majikan, perjanjian mana ditandai oleh ciri-ciri :
- Adanya suatu uah atau gaji tertentu yang diperjanjikan
- Adanya suatu “hubungan diperatas”
atau “dienstverhouding” yaitu suatu hubungan berdasarkan mana pihak yang
satu (majikan) berhak memberikan perintah-perintah yang harus ditaati
oleh yang lain.
Mengenai hal ini iatur dalam pasal 1601 – 1603 BW. Sedangkan untuk perjanjian kerja laut diatur dalam Bab IV dari Buku II KUHD.
Perjanjian pemborongan kerja
Yaitu suatu perjanjian antara seorang
(pihak yang memborongkan pekerjaan) dengan seorang lain (pihak yang
memborong pekerjaan) dimana pihak pertama menghendaki sesuatu hasil
pekerjaan yang disanggupi oleh pihak lawan, atas pembayaran suatu jumlah
uang sebagai harga pemborongan.
PERSEKUTUAN
Definisi
Yang dimaksud dengan persekutuan adalah
suatu perjanjian antara dua orang atau lebih untuk berusaha bersama-sama
mencari keuntungan yang akan dicapai dengan jalan masing-masing
memmasukkan sesuatu dalam suatu kekayaan bersama (Pasal 1618 BW).
Hubungan antara para sekutu
Undang-undang menetapkan bahwa sekutu
yang hanya memasukkan tenaganya saja, mendapat bagian yang sama dari
keutungan bersama seperti sekutu yang memasukkan “modal yang paling
sedikit (pasal 1633 ayat 2). Hubungan antar para sekutu, dalam hal
adanya pertetangan antara kepentingan sekutu dan kepentingan
persekutuan, selalu memberikan prioritas kepada kepentingan persekutuan.
Apabila persekutuan, sebagai akibat kesalahan seorang sekutu didalam
mengerjakan sesuatu urusan, menderita kerugian maka sekutu tersebut
harus mengganti kerugian itu tanpa dibolehkan mengkonpensasikan
keuntungan-keuntungan yang diperolehnya bagi persekutuan dalam lain
urusan (pasal 1630)
Hubungan para sekutu dengan pihak ketiga
Tanggung jawab para sekutu terhadap pihak
keiga ditegaskandalam pasal 1643 dimana para sekutu dapat dituntut oleh
siberpiutang dengan siapa mereka telah bertindak, masing-masing untuk
suatu jumlah dan bagian yang sama, meskipun bagian sekutu yang satu
dalam persekutuan adalah kuarang daripada bagiansekutu yang lainya
kecuali apabila sewaktu hutang tersebut dibuatnya dengan tegas
ditetapkan kewajiban para sekutu itu untuk membayar hutang tersebut
menurut imbangan besarnya bagian masing-masing dalam persekutuan.
Macam-macam cara berakhirnya persekutuan
Menurut pasal 1646 B.W persekutuan berakhir
- Dengan lewatnya waktu untuk mana persekutuan telah diadakan
- Dengan musnahnya barang atau diselesaikannya perbuatan yang menjadi pokok persekutuan
- Atas kehendak semata-mata dari beberapa atau seorang sekutu
- Jika salah seorang sekutu meninggal atau ditaruh dibawah pengampunan atau dinyatakan pailit.
sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar